Exposure Bisnis Jaman Now

Saya dikejutkan dengan adanya istilah eksposur saat membuka video di youtube. Ada postingan video terbaru yang membahas eksposure namun yang menjadi sorotan menariknya adalah tentang sesosok Awkarin atau yang lebih dikenal sebagai Karin Novilda. Sosok yang terkenal dengan kontroversinya di jagat maya media jejaring sosial seperti instagram hingga youtubenya.

Fenomena Eksposur

Namun yang paling pokok dalam pembahasanya bukan kepada pribadinya, saya lebih antusias pada penyematan judul dengan kata EKSPOSURE untuk menjelaskan secara eksplisit istilah tersebut.

Dimulai dari awal mula video prolog digambarkan mengenai sisi sejati dari mahkluk sosial ber spesies homo sapiens (manusia) yang bersifat mendominasi (menonjol) terhadap interaksi sosial mereka kemudian berujung pada peristiwa tukar menukar value (nilai) baik itu barang hingga alat transaksi dengan nilai (uang).

Sampai disini kita akan membahas tentang istilah tersebut yang sebenarnya. Eksposure pada bidang ekonomi khususnya manajemen diartikan sebagai obyek yang rentan terhadap resiko, baik itu adalah pekerja pada bidang ekonomi atau bisnis tertentu maupun sumber eksternal dari eksposure itu sendiri. Nah, pada video si Karin menjelaskan bahwa pribadinya merupakan bentuk bagian dari eksposure tersebut.

Memulai bisnis pribadinya dengan cara konvensional pada saat itu namun juga merupakan trend di masa kini. Konvensional dalam menjual barang secara market nyata namun menggunakan fasilitas media online yang sekarang banyak dijadikan peluang dalam mempromosikan suatu brand bisnis oleh penggunnya. Brand (merk) bisnis ini awal mulanya terbentuk dari eksposure secara sengaja (intentional) maupun tidak (accindent).

Lahirnya Influence Baru

Eksposur secara intensifitas bisa berbentuk promosi langsung dari pihak pebisnis untuk mempromotori suatu produk agar lebih dikenal oleh publik konsumen. Kita bisa kasih contoh yang gamblang saat ini adalah iklan di TV, mungkin implikasinya (dampak) tidak terasa terhadap konsumen dikarenakan faktor stimulus yang berbeda, mungkin juga faktor stimulan (iklan) yang kurang menarik untuk mempengaruhi konsumen. Iklan durasi pendek secara masssive (terus menerus) tayang pada sekilas pariwara TV mungkin akan berdampak juga jika di kehidupan sosial manusia. Oleh karena itu dibutuhkan suatu obyek yang secara langsung memiliki implikasi yang sama terhadap aktifitas sosial.

Kembali pada eksposure yang dimaksud oleh Karin mungkin sama hal dengan Atta, Ricis, dan berbagai pelaku bahkan publik figur lainnya memposisikan diri sebagai influencer (tokoh berpengaruh) untuk mengambil bagian pada kegiatan bisnis ini. Kegiatan mereka yang ditonton dari berbagai macam media sosial khususnya sekarang youtube, telah menggiring pemirsanya untuk mengikuti gaya fashion bahkan tingkah laku sosial dan merekalah para brand Ambassador (duta/promotor). Pada saat nilai eksposure seseorang melonjak tajam maka pada saat itu pula secara insidensial (tak sengaja) menarik bagi publik. Dari sinilah perusahaan enternainment memasukkan peran, ataupun juga klien produk-produk ekonomi lainnya yang berkaitan langsung dengan segmen dari berbagai lini publik akan menggunakan sisi eksposur dari tokoh tersebut untuk memberi erdorsement (support).

Anomali Kerusakan

Namun seiring berjalannya waktu, secara implisit eksposure juga punya andil pada kedua sisi obyek. Entah itu presepsi baik ataupun buruk, menyerang pada sisi obyek tersebut hingga terjadi anomali (penyimpangan) yang tak diinginkan. Sebagai penggiat ekonomi bisnis kita tahu bahwa adanya lawan persaingan itu ada. Dimana ada standar kebutuhan market yang dilanggar pada trend sekarang ini bisa dimanfaatkan oleh para profesional untuk saling beradu standart benefit (manfaat) agar yang lain collaps (gulung tikar).

Untuk menjadi bintang iklan, aktor, bahkan pelaku promotor bisnis di masa lampau adalah sulit. Mereka harus memiliki komuk (tampang) menjual, integritas tentang bidang yang ditekuni, hingga finansial dan sebagainya. Kurang lebihnya hampir sama dengan masa sekarang, namun para penggiat bisnis ini rupanya telah menyadari bahwa standar benefit mereka telah menuju kearah yang transisional, yaitu migrasi pemirsa TV ke salah satu platform (Youtube, Instagram, FB, dsb). Masalah ini pernah dibahas oleh Izzy pada restricted (terbatas) youtube miliknya soal runtuhnya era radio dan sekarang stasiun TV akan memulai defisit talent.

Platform Dominan

Anomali ini bergerak ke dua sisi berlawanan. Sisi pertamanya adalah para pebisnis mulai memanfaatkan platform berbeda untuk meningkatkan standar benefit mereka ke arah ekspansial (pelebaran sayap), dimana para aktor promotor dinilai dari segi banyaknya orang memfollow up akun platform mereka hingga hiring (sewa) tokoh terkenal untuk diendorse dan mengenalkan produk secara massal denga cost (biaya) rendah. Mengapa rendah? karena mereka tak perlu lagi terdidik secara konvensional untuk mendapatkan cakupan massa (pemirsa) yang luas tanpa perusahaan terbebani lagi oleh aktifitas workshop (training) untuk talent yang memakan biaya dan survey pasar yang sempit.

Sisi kedua adalah demografi (kedudukan) obyek eksposur terhadap publik ternyata menjadi pisau bermata dua. Antara eksposure pihak perusaahan dan eksposure sang tanlent tersebut. Eksposure talenta di pertelevisian khusus di Indonesia pernah mengalami dimana para aktor bertalenta secara massive diekspose secara habis-habisan untuk bernaung di salah satu stasiun TV demi kontrak mereka yang sudah buat namun kehidupan sosial pribadinya tak layak. Percerian, finansial, drama pribadi hingga hubungan sosial masyarakat. Sedangkan perusahaan hanya menerima eksposure (beresiko) rendah karena hanya berdampak pada penutupan salah satu acara di channel tersebut oleh KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) dan perusahaan bisa kapanpun menghadirkan kembali acara tersebut dengan format atau talent yang berbeda.

Baca selanjutnya tentang Marketing Barter dengan Eksposure

ARTIKEL TERKAIT

Beragam informasi seputar teknologi dan gadget dikemas dari berbagai sumber dan pengalaman dalam bentuk tutorial

Comment Policy: Silahkan isi komentar Anda sesuai dengan bahasan topik pada postingan. Komentar yang berisi link atau tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar Disqus

This website uses cookies to ensure you get the best experience on our website. Info